Pasang Iklan Disini!

01 November 2011

Mahasiswa Tolak Kartu Identitas Kendaraan UGM




LAGI asyik surfing di dunia maya sempat membaca sebuah artikel yang cukup menggoda. Situs Antara memberitakan soal puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Tolak Komersialisasi Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menolak pemberlakuan kartu identitas kendaraan bermotor di kawasan kampus itu.
“Kami menuntut pencabutan pemberlakuan kartu identitas kendaraan (KIK) bermotor di kawasan kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. KIK hanya membuat UGM semakin eksklusif dari masyarakat sekitar,” kata Koordinator Gerakan Tolak Komersialisasi (GERTAK UGM) Arya Budi di Yogyakarta, Senin (20/12/2010).
Dia mengatakan, pemberlakuan KIK bermotor menjadi bukti bahwa kini UGM ingin mengekslusifkan diri dari masyarakat dan menggadaikan fasilitas untuk mengeruk keuntungan. “Apalagi dengan kebijakan tarif parkir yang segera diberlakukan per Januari 2011. Surat Keputusan Rektor Nomor 408 Tahun 2010, pasal 8 menyebutkan bahwa mahasiswa dan masyarakat luar yang tidak bisa menunjukkan KIK diwajibkan membayar Rp1.000 untuk sepeda motor dan Rp2.000 untuk mobil,” katanya.
Menurut dia, pemberlakuan tarif parkir tersebut tidak memiliki transparansi serta akuntabilitas yang jelas mengenai penggunaan dananya. “Jika tujuan KIK untuk keamanan UGM, ini terkesan mengada-ada. Apalagi mulai tahun depan mahasiswa baru angkatan 2011/2012 tidak diperbolehkan membawa kendaraan bermotor ke dalam kampus. Tidak ada korelasi antara penarikan tarif parkir dengan kemanan di dalam kampus,” katanya.
Puluhan mahasiwa dari berbagai jurusan yakni dari Fakultas Ilmu Buadaya, Fakultas Pertanian dan Fisipol juga menolak segala bentuk komersialisasi di kampus UGM.
“Kampus ini adalah institusi pendidikan yang seharusnya bersih dari hal-hal yang menarik keuntungan dari masyarakat,” katanya.
Arya Budi juga mengatakan, pemberlakuan KIK dan tarif parkir di kawasan UGM akan membuat masyarakat berfikir dua kali untuk melewati kampus tersebut karena ada kewajiban membayar.
“Ini salah satu bentuk mengkhianati rakyat. Kraton menghibahkan tanah untuk UGM selain sebagai sarana pendidikan juga sebagai ruang publik yang bisa diakses masyarakat secara luas,” katanya.
Menurut dia, identitas kerakyatan yang melekat selama 61 tahun pada kampus UGM pelan-pelan luntur. “UGM kini menjadi kampus yang komersial dan mementingkan laba. Ini dapat dilihat dari berbagai kebijakan yag selama ini dikeluarkan,” katanya.

0 komentar:

Posting Komentar

*