Pasang Iklan Disini!

21 Juni 2013

Apakah Manusia bisa hidup abadi sampai tahun 2045 ?


Pada 2045, manusia akan mencapai keabadian digital dengan mengunggah pikiran mereka ke komputer atau setidaknya seperti yang dipercaya para pengamat masa depan. Ide itu memunculkan gagasan Global Futures 2045 International Congress, konferensi futuristis yang digelar pada 14-15 Juni.

Konferensi yang digagas miliarder Rusia Dmitry Itskov tersebut memadukan sains gila dan fiksi ilmiah. Konferensi itu menampilkan para pembicara yang memiliki latar belakang yang berbeda, dari tokoh sains seperti Ray Kurzweil, Peter Diamandis, dan Marvin Minsky sampai Swamis dan pemimpin spiritual lainnya.

2045Kurzweil, seorang penemu, pengamat masa depan, dan pemimpin teknis di Google, memprediksi bahwa pada 2045, teknologi akan melampaui kekuatan otak dalam menciptakan hal yang super cerdas, era yang dikenal dengan istilah singularity (era di masa depan saat komputer menjadi lebih cerdas dari manusia). Ilmuwan lainnya juga pernah mengatakan bahwa robot-robot akan mengalahkan manusia pada 2100.

Menurut Moore's law, kemampuan komputer meningkat dua kali lipat setiap dua tahun. Sejumlah teknologi juga mengalami kemajuan yang serupa, dari rangkaian genetik samapai percetakan 3D, kata Kurzweil kepada peserta konferensi. Dia menggambarkan poinnya dengan rangkaian grafis yang memperlihatkan peningkatan beragam teknologi yang tidak terelakkan.

Pada 2045, “Berdasarkan perkiraan konservatif mengenai jumlah penghitungan, Anda harus menirukan otak manusia, kita akan mampu mengembangkan kecerdasan kita miliaran kali,” kata Kurzweil.
Itskov dan orang-orang yang disebut “transhumanist” menganggap singularity yang akan terjadi itu sebagai keabadian digital.

Lebih khusus lagi, mereka yakin bahwa dalam beberapa dekade mendatang manusia akan mampu mengunggah pikiran mereka ke sebuah komputer, melampaui kebutuhan tubuh biologis. Setidaknya untuk saat ini, gagasan itu terdengar seperti fiksi ilmiah. Namun kenyataannya, perekayasaan saraf menjadi langkah besar terhadap pembentukan otak dan pengembangan teknologi untuk mengembalikan atau menggantikan fungsi-fungsi biologisnya.

Otak buatanPencapaian terbesar telah dibuat di bidang tampilan otak-komputer atau BCIs (Brain-Machine Interfaces). Implan koklea, tempat saraf koklea otak yang secara elektronik menstimulasi untuk mengembalikan indera pendengaran seseorang yang sulit mendengar merupakan pencapaian pertama BCI. Banyak kelompok yang kini mengembangkan BCIs untuk mengembalikan keahlian motorik, menyusul kerusakan sistem saraf akibat stroke atau cedera saraf tulang belakang.

José Carmena and Michel Maharbiz, insinyur elektrik di University of California, Berkeley, berupaya mengembangkan keahlian motorik BCIs. Perangkat itu terdiri dari perangkat elektroda seukuran pil yang merekam sinyal saraf dari area motor otak, yang kemudian diurai oleh sebuah komputer dan digunakan untuk mengendalikan kursor komputer atau anggota tubuh buatan (seperti lengan robotik).

Carmena dan Maharbiz mengungkapkan tantangan untuk membuat BCI dapat bekerja secara stabil selama beberapa waktu dan tidak membutuhkan tautan.

Theodore Berger, ahli saraf di University of Southern California di Los Angeles, membuat BCIs ke tahapan yang berikutnya, dengan mengembangkan sebuah memori buatan. Berger berniat mengantikan hippocampus otak, bagian dari otak yang mengubah momori jangka pendek (seperti menekan tombol) dan mengubahnya menjadi sinyal digital.

Sinyal itu langsung menuju komputer untuk kemudian ditransfer secara matematis dan kemudian dikembalikan lagi ke otak, untuk dipatenkan menjadi memori jangka panjang.

Dia telah berhasil menguji perangkat itu pada tikus dan monyet, dan kini diterapkan pada pasien manusia.


Pengunggahan pikiranKonferensi itu menjadi lebih menarik saat Martine Rothblatt, pengacara, penulis, dan wirausahawan, sekaligus CEO perusahaan bioteknologi United Therapeutics Corp. tampil ke podium. Judul perbincangannya pun provokatif, yaitu “The Purpose of Biotechnology is the End of Death.”

Rothblatt memperkenalkan konsep “mindclone” — versi digital dari manusia yang dapat hidup selamanya. Ia menggambarkan bagaimana  kloning pikiran dibuat dari “mindfile,” atau tempat penyimpanan kepribadian online kita, yang menurutnya telah dimiliki manusia (contohnya dalam bentuk Facebook).

Mindfile itu akan berjalan di mindware, sejenis perangkat lunak untuk kesadaran. “Perusahaan pertama yang mengembangkan mindware akan memiliki (akses) ribuan Google,” kata Rothblatt.

Namun, apakah mindclone tersebut bisa hidup? Rothblatt yakin bisa. Ia mengutip satu definisi mengenai kehidupan sebagai sebuah pengembangan kode untuk menghindarkan kekacauan. Sejumlah kritikus menepis apa yang Rothblatt sebut sebagai “dualisme Cartesian yang menakutkan,” menegaskan bahwa pikiran harus memiliki wujud biologi. Sebaliknya, ia berpendapat perangkat lunak dan perangkat keras sama baiknya dengan perangkat basah, atau material biologis.

Rothblatt kemudian membahas implikai dari pembuatan mindclone. Keberlanjutan diri menjadi isunya, karena persona tidak akan lagi mendiami tubuh biologis. Selain itu juga ada hak mindclone, yang akan menjadi “kontroversi” di abad ke-21, kata Rothblatt. Bahkan pengembangan mindclone dan penggambaran ulang pasca kematian juga dibahas.


Dunia kuantumBerkaitan dengan pembahasan teknologi otak dan pengunggahan pikiran, banyak yang membahas kealamian kesadaran di jagat raya. Fisikawan Roger Penrose dari University of Oxford dan beberapa pihak menolak interpretasi bahwa otak bukan sekadar komputer.

Penrose menyatakan bahwa kesadaran adalah fenomena kuantum mekanis yang muncul dari keajaiban jagat raya. Mereka yang berasal dari kalangan intelektual seperti Penrose menganggap bahwa mengunggah otak akan membutuhkan komputer kuantum, yang pengembangannya kemungkinan tidak akan terjadi pada 2045.

Namun Itskov berpikir sebaliknya. Presiden Global Future 2045 Congress berusia 32 tahun tersebut bersikeras untuk dapat hidup selamanya.

0 komentar:

Posting Komentar

*